tumpul

Brak, si bapak menggebrak mobil, si ibu melotot bercakak pinggang. Di dalam mobil, aku, si bungsu, dan keponakanku yang sedang tegang karena sudah terlambat, mendadak kaget..
Eh apa nih..

Pagi Senin itu memang kacau..
Perjalanan ke sekolah yang mendekati 60 menit itu akhirnya membuat aku merefleksi betapa tumpulnya aku. Setiap hari membungkus diri di dalam kendaraan pribadi tanpa bersentuhan dengan sekitar, sudah sangat menumpulkan..

Aku dan si bungsu berangkat ke sekolah seperti biasa. Baru sampai di depan jalan raya, antrian macet sudah panjang beruntai. Duh..susah ‘nyelip’ kalo udah gini.. Di seberang jalan biasanya aku harus masuk kompleks untuk menjemput keponakan yang biasa berangkat bareng. Tapi 2 hari terakhir minggu lalu dia tidak sekolah karena sakit. Pagi ini belum ada kabar pula apakah dia sudah akan sekolah lagi atau belum. Rusuh aku menelpon adikku.. beeep..beeep.. tidak berjawab. Berasumsilah aku, masih sakit, masih tidur.. jadilah aku lewati saja kompleks rumah mereka. Belum jauh terlewati, (karena macet juga jadi memang ga banyak maju sih) adikku menelpon, “Ikut ne..” Wah.. “ga bisa muter terlalu padat, aku tunggu di pinggir jalan aja ya.” Menepilah aku dan dengan senewen menunggu si ponakan. Tampaknya memang betul semakin ditunggu terasa semakin lama.. Sampai akhirnya sosoknya muncul dari gerbang perumahan, berjalan santai sambil bercanda dengan mbak yang nganter.. kemooon kataku dalam hati.. 😯
Sambil masuk kembali ke jalur antrian macet, pikirku terus mencari alternatif jalan yang lebih cepat, paling ngga, ga macet deh.. Putar arahlah aku di depan terminal untuk menempuh jalur lintas perumahan.. Syukurlah lancar. Keluar dari perumahan aku kembali mereka-reka jalur yang lebih kosong. Memang sudah mestinya mengalami situasi yang berbeda kayaknya. Jalan yang aku prediksi akan lebih kosong memang benar-benar kosong karena ditutup untuk diperbaiki. Haduh asli telat ini sih. Mencari jalan alternatif aku masuk jalan lain yang nampaknya memang baru diperbaiki juga. Jalan itu lenggang tapi sudah dibuka. Segera aku tancap gas.. ealah sampai di ujung jalan tersebut ternyata masih ditutup juga. Mau tak mau aku musti mundur lagi. Disitulah aku dicegat si bapak dan ibu yang lalu marah-marah sampe nyumpahin aku digebukin orang karena lewat jalan yang baru diperbaiki itu dengan terlampau cepat. Astaga.. aku hanya bisa minta maaf sambil mikir terus, lagi ngapain ya aku kok bisa bikin orang ngamuk segininya.. Selesai mendengarkan mereka ngomel panjang pendek aku sampaikan bahwa tidak ada maksud ngejago, petentengan, atau kurang ajar.. hanya sedang tergesa mencari jalan ke sekolah karena sudah sangat terlambat. Mereka tampak melunak, tak lagi seperti sedang di kebun binatang.. kemudian aku mohon diri untuk mundur kembali.
Antara sudah pasrah terlambat dan lebih waspada untuk ga jalan diatas 20 km/jam kamipun sampai di jalan depan sekolah. Untung sudah merelakan, karena pada hari itu ternyata sekolah kedatangan tamu2 pengajar muda yang datang dengan 2 bis besar. Asli besar.. sampai menutupi jalan masuk ke sekolah..

Aku sadar benar kesalahan yang aku lakukan. Kepekaan dan kesadaran yang semakin menumpul dibungkus kenyamanan, dan keengganan untuk keluar situ. Tampaknya memang sudah waktunya untuk beranjak dan bergerak ne.. adalah jawaban untuk kejadian senin pagi itu.
.

Tinggalkan komentar